JAKARTA, PERISTIWAONLINE.COM – Mantan Menko Polhukam dan juga pakar hukum tata negara, Mahfud MD mengkritik revisi Undang-Undang tentang penyiaran (RUU Penyiaran) yang salah satu poinnya melarang jurnalisme investigasi. Mahfud menilai larangan itu merupakan kekeliruan.
Hal itu disampaikan Mahfud menyusul adanya adanya larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi, sebagaimana yang termuat pada draf Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran.
Mahfud juga menekankan, tugas jurnalis justru melakukan investigasi. Menurutnya sebuah media akan menjadi hebat jika memiliki jurnalis-jurnalis yang bisa melakukan investigasi.
“Kalau itu sangat keblinger, masa media tidak boleh investigasi, tugas media itu ya investigasi hal-hal yang tidak diketahui orang. Dia akan menjadi hebat media itu kalau punya wartawan yang bisa melakukan investigasi mendalam dengan berani,” kata Mahfud dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Mahfud menilai melarang jurnalis melakukan investigasi dan melarang media menyiarkan produk investigasi sama saja melarang orang melakukan riset. Mahfud merasa keduanya sama walaupun berbeda keperluan.
“Masa media tidak boleh investigasi, sama saja itu dengan melarang orang riset, ya kan cuma ini keperluan media, yang satu keperluan ilmu pengetahuan, teknologi. Oleh sebab itu, harus kita protes, harus kita protes, masa media tidak boleh investigasi,” ujarnya.
Selain itu, Mahfud melihat hari ini konsep hukum politik Indonesia tidak utuh. Hal ini membuat pesanan-pesanan terhadap produk undang-undang yang bergulir hanya kepada yang teknis.
Padahal, ia menuturkan jika ingin politik hukum membaik harusnya ada semacam sinkronisasi dari UU Penyiaran. Artinya, kehadiran UU Penyiaran harus bisa saling mendukung dengan UU Pers, UU Pidana, bukan dipetik berdasar kepentingan saja.
“Kembali, bagaimana political will kita atau lebih tinggi lagi moral dan etika kita dalam berbangsa dan bernegara, atau kalau lebih tinggi lagi kalau orang beriman, bagaimana kita beragama, menggunakan agama itu untuk kebaikan, bernegara dan berbangsa,” jelas Mahfud.
Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 tentang penyiaran, saat ini dalam proses harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Beberapa pasal yang dianggap dapat menghambat kebebasan pers di Indonesia, di antaranya pasal 56 ayat 2 poin c, yakni larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. (WAN)