Beranda » Pemprov DKI Jakarta Terbitkan Kepgub 840 Tahun 2025, BPHTB Jadi Lebih Ringan

Pemprov DKI Jakarta Terbitkan Kepgub 840 Tahun 2025, BPHTB Jadi Lebih Ringan

JAKARTA, PERISTIWAONLINE.COM – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerbitkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 840 Tahun 2025 mengenai pengurangan dan pembebasan pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Kriteria Penerima Pengurangan BPHTB Kebijakan ini diberikan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan ketika memperoleh rumah atau tanah. Adapun fasilitas pengurangan pokok BPHTB diberikan kepada:

a. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan untuk kepentingan sosial, pendidikan, atau kesehatan.
b. Wajib Pajak orang pribadi (veteran, PNS, TNI/Polri, pensiunan, purnawirawan, atau janda/dudanya) yang tercatat langsung sebagai penerima rumah dinas dari pemerintah.
c. Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh hak baru melalui Program Nasional Pemerintah di bidang pendaftaran tanah, dengan luas tanah sampai 60 m².
d. Wajib Pajak orang pribadi ber-KTP DKI Jakarta, minimal 18 tahun/menikah, yang pertama kali memperoleh hak atas rumah tapak atau tanah kosong melalui pemberian hak baru, dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) maksimal Rp1 miliar.
e. Wajib Pajak orang pribadi ber-KTP DKI Jakarta, minimal 18 tahun/menikah, yang pertama kali membeli rumah tapak atau satuan rumah susun, dengan NPOP maksimal Rp500 juta.
f. Wajib Pajak orang pribadi (veteran, PNS, TNI/Polri, pensiunan, purnawirawan, atau janda/dudanya) yang memperoleh rumah dinas dari kelompok tersebut melalui jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, atau waris.
g. Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh tanah/bangunan dari hibah orang tua atau anak (satu garis keturunan lurus).
h. Wajib Pajak yang memperoleh tanah/bangunan sebagai pengganti tanah yang dibebaskan pemerintah untuk kepentingan umum.
i. Wajib Pajak yang memperoleh tanah/bangunan dari hibah wasiat.
j. Wajib Pajak yang memperoleh tanah/bangunan dari warisan.
k. Wajib Pajak BUMD yang memperoleh tanah/bangunan sebagai bagian penyertaan modal Pemerintah Daerah.
l. Wajib Pajak badan yang memperoleh tanah/bangunan karena penggabungan usaha.
m. Wajib Pajak badan yang memperoleh tanah/bangunan karena peleburan usaha.
n. Wajib Pajak yang memperoleh hak baru atas tanah/bangunan sebagai kelanjutan perpanjangan hak, tanpa perubahan nama.
o. Wajib Pajak yang memperoleh hak baru atas tanah/bangunan dari tanah eks-desa atau eks-kotapraja.
p. Wajib Pajak yang memperoleh hak baru atas tanah/bangunan di atas hak pengelolaan milik Pemprov DKI Jakarta.
q. Wajib Pajak badan yang memperoleh hak baru berupa hak pengelolaan.
r. Wajib Pajak badan yang memperoleh hak baru selain hak pengelolaan, dengan penguasaan fisik lebih dari 20 tahun (dibuktikan data yuridis dan fisik Kantor Pertanahan).
s. Wajib Pajak badan yang memperoleh hak baru selain hak pengelolaan, dalam rangka perpanjangan hak atas tanah bersama rumah susun, atas nama pemegang hak yang berbeda dari sebelumnya.

Besaran Pengurangan

Kriteria penerima pengurangan BPHTB tersebut dibagi dalam beberapa kelompok untuk menentukan besaran pengurangan yang akan diterima.
– Kelompok a–d: pengurangan 75 persen dari BPHTB terutang.
– Kelompok e–r: pengurangan 50 persen dari BPHTB terutang.
– Kelompok s: pengurangan sesuai porsi BPHTB terutang atas bangunan.

Dengan begitu, jumlah BPHTB yang harus dibayar akan jauh lebih kecil dibandingkan ketentuan awal.

Mekanisme Perhitungan

Pengurangan atau pembebasan dihitung sendiri oleh Wajib Pajak sesuai besaran yang ditetapkan. Nilainya langsung dikurangkan dalam penghitungan BPHTB yang dibayarkan melalui SSPD BPHTB.

Contoh Kasus

– Seorang warga Jakarta membeli rumah pertama senilai Rp500 juta berhak atas pengurangan 50 persen. Jika kewajiban awal BPHTB sekitar Rp25 juta, maka cukup membayar Rp12,5 juta.
– Warga yang memperoleh hak baru melalui Program Nasional Pemerintah dengan luas tanah 60 m² berhak atas pengurangan hingga 75 persen.

Pembebasan BPHTB

Selain pengurangan, Kepgub ini juga mengatur pembebasan pokok BPHTB. Fasilitas ini diberikan secara jabatan bagi masyarakat yang memperoleh tanah/bangunan melalui program pemerintah pusat maupun Pemprov DKI Jakarta, terutama dalam program penyediaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak memenuhi kriteria sebagai objek BPHTB.

Kebijakan ini menjadi bukti bahwa pajak daerah tidak hanya berfungsi sebagai instrumen fiskal, tetapi juga alat untuk mewujudkan keadilan sosial.

“Dengan pengurangan dan pembebasan BPHTB, masyarakat Jakarta diharapkan lebih mudah memiliki hunian layak, sekaligus mendorong pembangunan kota yang inklusif dan berkeadilan,” ujar Morris Danny, Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta.

Pemprov DKI Jakarta juga berharap masyarakat dapat merasakan manfaat langsung dari kebijakan ini, serta semakin terdorong untuk patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan daerah. (WAN)

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

KEATAS