Beranda » Ketua BEM UNY Diintimidasi Diancam Beasiswa Akan Dicabut, Usai Protes Kenaikan UKT

Ketua BEM UNY Diintimidasi Diancam Beasiswa Akan Dicabut, Usai Protes Kenaikan UKT

YOGYAKARTA, PERISTIWAONLINE.COM – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Farras Raihan mengaku menerima intimidasi dari pihak kampus setelah menyuarakan kritik terkait penetapan uang kuliah tunggal (UKT).

Dia menyebut bentuk intimidasi itu berupa ancaman pencabutan beasiswa Bidikmisi atau Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK).

Farras menjelaskan awalnya, dia dan Raihan Ammar selaku wakil BEM UNY menghadap ke salah satu pejabat di bidang kemahasiswaan untuk berkonsultasi terkait program BEM. Kejadian itu berlangsung pada 16 April 2024.

“Saat konsultasi, (ditanya) kamu dapat beasiswa enggak mas, saya jawab, dapat pak. Mulai dari sana, (bilang) ya kalau kamu dapat beasiswa dari pemerintah, ya udah enggak usah protes-protes ke kampus, ke negara. Kan kamu ibaratnya dibiayai oleh negara, kenapa malah protes,” katanya menceritakan saat mengadu ke ORI DIY, Senin (20/5/2024).

Pejabat itu, lanjut dia, juga melakukan intimidasi kepada Raihan Ammar yang mengancam akan menaikkan golongan UKT ke tingkat yang lebih tinggi, apabila terus melakukan protes dan kritik terhadap kampus.

Tak hanya itu saja, sehari setelah Farras mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (16/05), dia dipanggil oleh pihak dekanat.

“Itu dipertanyakan, kamu kok audiensi enggak izin, kamu kok terlalu vokal buat kajian UKT. Yang lebih dipertanyakan yang kedua, kenapa kamu menjelek-jelekkan kampus. Padahal saya sekadar menyampaikan kondisi UNY itu seperti ini terhadap kenaikan UKT yang ada,” lanjutnya.

Dia mengatakan, dengan tersampaikannya permasalahan itu dihadapan anggota parlemen harapannya para wakil rakyat itu bisa menjadi corong aspirasi.

Sebab, setiap kali BEM melakukan protes terhadap kebijakan kampus tidak pernah mendapatkan respon memuaskan.

Farras menyebut sebelum dirinya dipanggil, pihak kampus terlebih dahulu meminta penjelasan dari Ketua BEM Fakultas Vokasi UNY.

Setelah pertemuan itu, Ketua BEM Fakultas Vokasi itu menyampaikan pesan singkat bahwasanya dekan menantang Farras untuk mengundurkan diri jika tidak bisa menerima kebijakan kampus.

“(Dekanat) mempertanyakan (ke Ketua BEM Fakultas Vokasi) tentang saya, nah dekan itu menyampaikan lewat Ketua BEM itu tadi ancaman-ancaman untuk ditantang keluar dari UNY karena pendidikan tinggi sifatnya tersier dan lain sebagainya,” paparnya.

Sementara, menurut pengakuan Raihan Ammar juga pernah mendapatkan intimidasi dari pihak kampus.

Perlakuan tak mengenakkan itu terjadi ketika Raihan mendatangi staff ahli kemahasiswaan untuk mengkonsultasikan program BEM pada 13 Mei 2024 lalu.

“Disampaikan, kalau aneh-aneh saya sikat kamu. Diksinya selalu seperti itu, diulang-ulang, kalau kamu aneh-aneh saya sikat, saya sudah mantau BEM ini sejak 2016 sampai sekarang. Saya sudah tahu semuanya, kalau kamu aneh-aneh saya sikat kalian,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Akademik, Kemahasiswaan dan Alumni UNY Prof. Guntur saat ditempat terpisah, membantah kampus telah melakukan intimidasi atau memberikan ancaman kepada mahasiswanya.

“Enggak, enggak seperti itu. Saya bisa anaknya suruh ke sini. Yang ngomong mau dicabut beasiswanya siapa, tidak serumit itulah pikiran saya, itu saya anggap rumit,” kata Guntur.

Guntur justru menjelaskan kampus memiliki kewajiban untuk memonitor para mahasiswa S1 penerima beasiswa KIP-K dari semua fakultas.

Fokus monitoring adalah mereka yang menerima beasiswa tapi jarang kuliah atau memiliki indeks prestasi kumulatif (IPK) di bawah standar. Serta juga mengawal agar beasiswa ini tepat sasaran dari segi kriteria penerimanya.

“Saya cari-cari seperti itu, mungkin itu dianggap intimidasi juga. Saya cari sampai rumahnya, karena saya ingin anak-anak saya yang miskin tapi pintar itu tetap lulus,” imbuhnya.

Meski demikian, Guntur tak menampik soal dekan yang memanggil Farras karena mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI di komplek parlemen, Jakarta kemarin.

Maksud dekan memanggil Farras adalah guna mengklarifikasi kepada yang bersangkutan karena kampus merasa tak pernah memberikan izin atau surat tugas untuk berbicara di DPR RI.

“Kami tidak mengakui ketua BEM itu sampai ke sana, kalau orangnya ada, ya itu anak mahasiswa UNY. Jadi, mahasiswa UNY berbicara tentang UNY itu harus ada izin,” kata dia.

Guntur berdalih BEM berada dalam wilayah pembinaan wakil rektor akademik, kemahasiswaan dan alumni. Adapun surat tugas, menurutnya, diperoleh lewat kuasa rektor UNY dengan paraf darinya.

“Mohon dalam tanda kutip, ketua BEM yang berangkat ke Komisi XI itu, itu saya anggap bukan ketua BEM UNY. Surat tugasnya mana. Semua civitas academica UNY yang akan bertugas keluar ada surat tugasnya. Sehingga itu saya sangkal, itu bukan representasi UNY, bolehlah kamu ngomong tentang UNY, silakan,” ucapnya.

“Karena dia anak kami, masih kita bina. Kalau kamu bicara tentang UNY, yang menugaskan kamu siapa, ini saya enggak bilang memberangus aspirasi demokrasi, (tapi) ada prosedurnya,” sambung Guntur.

Sementara mengenai UKT, kata Guntur mengakui memang ada kenaikan namun berlaku untuk mahasiswa angkatan 2024/2025. Kebijakan menaikkan UKT seluruh perguruan tinggi negeri ditetapkan Kemendikbudristek.

“Kalau untuk mahasiswa lama tidak ada kenaikan, itu berlaku untuk mahasiswa baru,” tegasnya.

Menurut Guntur, rektor telah mendapat surat dari dirjen Kemendikbudristek nomor 0358/PR 07.04/2024 tentang rekomendasi tarif UKT dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) UNY pada 1 April 2024 lalu. Pasalnya, UKT di kampusnya dianggap terlalu rendah karena selama ini juga tak ada penyeragaman uang kuliah perguruan tinggi negeri.

Melalui surat itu, UNY diminta menetapkan besaran UKT mengacu Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024. Dalam menetapkan kenaikan ini, rektorat diklaim berkoordinasi dengan pimpinan fakultas, dekan, dan prodi yang juga disosialisasikan kepada representasi mahasiswa. Salah satunya adalah BEM.

“Jadi, seperti yang disampaikan sekjen kemenristekdikti (Tjitjik Sri Tjahjandarie), itu disampaikan biaya operasional perguruan tinggi itu nggak nutup kalau nggak dinaikkan. Karena kuliah di perguruan tinggi itu pilihan. Kalau di kampus negeri, Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri atau BOPTN itu nggak mengcover semuanya,” jelasnya. (YAT)

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

KEATAS