JAKARTA, PERISTIWAONLINE.COM – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan lima tersangka baru dalam dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk Tahun 2015-2022.
Penetapan tersangka tersebut disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung dalam keterangan pers di gedung Kejagung, Jakarta, Jumat (26/4/2024) malam.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi mengatakan kelimanya masing-masing adalah HL, beneficial owner PT TIN, FR selaku marketing PT TIN.
Kemudian SW, Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung periode Maret 2015 sampai 2019; BN selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2019 dan AS selaku Plt Kepala Dinas ESDM yang selanjutnya ditetapkan sebagai Kepala Dinas ESDM.
“Selanjutnya setelah dilakukan pemeriksaan, tim penyidik memandang telah ditemukan alat bukti yang cukup sehingga pada hari ini kami tetapkan 5 orang tersangka,” kata Kuntadi dalam konferensi pers, Jumat (26/4/2024) malam.
Tiga tersangka yakni FR, AS dan SW ditahan untuk kepentingan penyidikan. Sementara tersangka BN tidak ditahan karena alasan kesehatan.
“Sedangkan terhadap tersangka HL yang pada hari ini kita panggil sebagai saksi tidak hadir, selanjutnya oleh tim penyidik akan segera dipanggil sebagai tersangka,” sebut Kuntadi.
Dengan adanya penetapan lima tersangka baru tersebut, kini jumlah tersangka kasus korupsi timah menjadi 21 orang.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus tersebut. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.
Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun, dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.
Kendati demikian, Kejagung menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Kejagung menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu. (WAN)